Jumat, 02 Januari 2009

Rasa Memiliki Kelompok dapat Memotivasi

Ini adalah salah satu hukum motivasi yang ditulis dalam buku Motivate to Win karya Richard Denny. Hukum ini menekankan pentingnya orang mempunyai perasaan memiliki. Semakin kecil unit kerja tempat mereka berada, akan semakin besar loyalitas, motivasi maupun upaya mereka.

Mari kita perluas pembahasan kita. Apa yang menyebabkan emosi lebih besar para supporter sepak bola, apakah itu karena pertandingan final atau karena team mereka melawan team daerah lain?

Supporter team local pasti menunjukan kepada siapa mereka berpihak dengan memakai tanda syal, tato, topi, lencana, kaos tim—mereka ingin menjadi bagian dari tim.

Setiap kita tentu saja adalah “karyawan” dengan menjadi bagian dari sebuah organisasi, tetapi seorang manajer yang dapat memotivasi dengan baik juga akan menjadikan anak buahnya bagian dari team.

Di banyak organisasi, team-team dibentuk dalam departemen– departemen, seperti departemen produksi, departemen penjualan, departemen pemasaran dan sebagainya. Dan pada waktu perasaan memiliki kelompok ini tercipta, manajer yang mampu memotivasi dengan baik akan menciptakan aktivitas-aktivitas ekstra kurikular yang akan menarik anak buahnya bersama-sama.

Dalam kondisi yang cukup prihatin dengan organisasi kai, teori dari Richard Denny sepertinya layak untuk disimak. Banyak diantara teman-teman kai yang masih menginginkan kondisi organisasi kai seperti di tahun 97-an? Tempat kerja yang bersih, atap yang terawat, tembok yang tidak bernoda, lantai yang mengkilap, barang-barang terawat, apel pagi semangat, pertemuan rapat yang bergairah, pakaian seragam yang rapih dan lain-lain kondisi ideal karyawan.

Satu hal yang mempengaruhi itu semua bisa jadi adalah bisa jadi adalah rasa memiliki terhadap organisasi kami yang terpupuk, seluruh karyawan menjadi bagian dari organisasi. Kalau mau bernostalgia, di tahun-tahun itu, hampir seluruh karyawan merasakan ketergantungannya terhadap organisasi

Banyak diantara kami yang tidak begitu dikenal oleh masyarakat saat itu, tapi berkat masyarakat banyak yang datang dan membutuhkan organisasi kami, kami menjadi dikenal. Hal itulah yang mendorong seluruh karyawan merasa ikut memiliki organisasi, peduli terhadap maju mundurnya organisasi, bahkan berani berkorban agar porganisasi kami tetap survival.

Kami masih ingat, arahan Direktur kami saat itu ketika Indonesia menghadapi krisis ekonomi di tahun 97-98an. “Kita harus servive menghadapai krisis ini, semua harus tancut taliwondo, semua karyawan harus peduli dengan melakukan penghematan, efisiensi, disiplin, bekal yang cukup dan lain-lain.”

Tapi saat ini, militansi itu kelihatannya hanya dimiliki oleh sedikit karyawan di organisasi kami. Indikasi itu bisa kami saksikan dengan kehadiran apel pagi yang ogah-ogahan, agenda rapat yang tidak bergairah, barang-barang yang tidak terawat, budaya saling menyalahkan, bahkan inipun berimbas pada pengelolaan praktikan yang perlu ditata lagi.

Rasa memiliki, menjadi barang mahal yang susah didapatkan saat ini. Banyak diantara kami yang mungkin merasa “sudah tidak membutuhkan” terhadap eksistensi organisasi kai. Kalau diibaratkan organisasi kami adalah kapal besar yang sedang diterjang badai, mungkin hanya sedikit orang yang berfikir untuk menyelamatkan kapal besar ini, karena banyak yang merasa sudah memiliki kapal cadangan sendiri, perahu, rakit, pelampung atau apapun yang bisa menyelamatkan dirinya, tanpa peduli bahwa di kapal besar itu masih banyak saudaranya yang tidak mampu menyelamatkan diri bila kapal besar itu keram.

Akhirnya menjadi penting, rasa memiliki organisasi ditumbuhkan lagi. Mengutuk kegelapan tidak ada manfaatnya sama sekali, lebih baik menyalakan lilin adalah alternative terbaik yang dapat kita lakukan.

Profesi kami, sebagai komunitas profesi terbesar di organisasi kai, saatnya berbenah diri untuk memasuki Era Baru Profesi 2009, untuk memikul tanggung jawab menyelamatkan kapal besar, menumbuhkan kembali kepedulian dan rasa memiliki organisasi seperti era 97-an.