Rabu, 08 April 2009

Hak Perawat dan Orang Sakit yang Terabaikan

Pemilu tinggal satu malam nanti. Besok penentuan nasib Bangsa ini melalui pemihan langsung anggota legislatif. Hiruk pikuk persiapan pemilu sudah dimulai satu tahun yang lalu. Tapi hari ini saya dan beberapa teman yang pedui terhadap agenda lima tahunan itu menjadi kecewa. Bagaimana tidak?

Lima tahun yang lalu teman-teman saya menjadi relawan di rumah sakit untuk membantu KPPS karena di rumah sakit ada TPS khusus yang diperuntukan bagi para pasien dan teman-teman perawat yang saat itu jaga pagi.

Mengapa saya katakan mereka menjadi relawan? Karena 3 hari sebelum hari pemilihan, mereka sudah mulai bekerja mendaftar para perawat yang akan memberikan suaranya melalui TPS rumah sakit, juga mendata para pasien yang diperkirakan pada hari H memberikan suaranya di TPS khusus rumah sakit. Kemudian pada hari H, mereka berkeliling ke seluruh ruang perawatan dengan membawa bilik suara, kotak suara dan kartu suara serta perlengkapan yang lain untuk melayani pasien-pasien yang sedang dirawat. Pernahkan kondisi itu terbayangkan oleh para pejabat KPU atau para anggota legislatif yang menyusun undang-undang pemilu?

Saya meyakini tidak. Karena yang terjadi saat ini, setidaknya di rumah sakit saya dan mungkin juga rumah sakit lain, TPS khusus untuk orang sakit dan para perawat yang notabene saat itu sedang merawat mereka yang sakit, sudah ditiadakan. Para perawat dan pasien disuruh untuk memberikan suaranya di TPS terdekat. Padahal kita tahu, TPS terdekat hanya menyediakan sisa kartu suara 2%, yang kata teman-teman saya para anggota TPS, diperkirakan hanya sekitar 5 - 8 kartu.

Apa artinya? Teman saya perawat yang jaga pagi besok sekitar 50 perawat dan pasien yang dirawat sekitar 300 orang, mereka diprediksi akan GOLPUT alias tidak bisa memberikan hak suaranya. Teman-teman saya untuk pulang ke TPS di rumah terlalu jauh, sementara TPS sekitar, kartu suaranya terbatas.

Sedangkan pasien, lebih tragis lagi. Tidak ada kesempatan sama sekali untuk memberikan suaranya, karena jangankan untuk berjalan, untuk duduk saja mereka banyak yang kelelahan. Dan sangat tidak etis ketika seorang pasien atas nama kepedulian terhadap masa depan bangsa, mereka harus didorong pakai brankard atau kursi roda dengan tangan diinfus, didorong melewati jalanan umum yang becek dan berdebu, ditambah dengan hiruk pikuknya jalan raya.

Akhirnya...bersama ratusan perawat yang lain di seluruh Indonesia dan ribuan pasien yang lain di seluruh Indonesia, mereka harus merelakan hak mereka "tidak mendapat kesempatan untuk memilih". Karena saya juga tidak yakin, bahwa TPS terdekat akan mau berkeliling ke rumah sakit sambil mengedarkan bilik dan kotak suara.

Tidak ada komentar: