Senin, 31 Januari 2011

Kepemimpinan dalam Keperawatan

PEMIMPIN, bukan anak buah. Dialah yang bertanggung jawab. Dalam situasi yang sulit ia bukan sekedar pemangku jabatan, melainkan seorang yang menimbulkan gerakan dengan kekuatan pengaruhnya. Maka di jaman sulit, namanya bisa menjelma menjadi motivator, coach, penerjemah, nabi, dai, guru, paus, jenderal, suhu atau panglima. Beda benar dengan sebutan-sebutan formal yang tertera pada surat keputusan pemangku jabatan : direktur, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksie, kepala subbagian dan sebagainya.

Dalam memimpin sebuah perubahan, pemimpin harus me-Re-Code dirinya dari sekedar pemangku jabatan menjadi sesuatu yang menggerakan. Seorang pemangku jabatan hanyalah pemimpin level satu, yaitu pemimpin yang berada pada lapisan terendah dengan daya pengaruh yang nyaris tak berbunyi.

Pemimpin level satu adalah seorang pemimpin karena memiliki posisi (kita jadi bos karena kita memiliki SK). Dengan memegang posisi, praktis tak ada orang lain yang bisa mengganggu dirinya. Bawahan ikut karena mereka harus ikut (they follow you because they have to). Tanpa tanda tangan bos, Anda tak bisa melakukan apa-apa.

Pemimpin level ini sebenarnya bukanlah pemimpin. Ia hanyalah manajer biasa, yaitu orang yang bekerja dengan system. Ia hanya menjaga system yang ada. Bahkan sangat mungkin mengamankan kepentingan bosnya, atau sekedar menyenangkan keinginan bosnya.

Bedanya dengan pemimpin adalah, ia haruslah seorang yang melihat jauh ke depan. Seseorang yang menciptakan pembaharuan dengan pemikiran-pemikiranya yang diikuti oleh anak buahnya. Ia melakukan suatu karya agung (greatness), bukan sekedar melakukan sesuatu yang baik (being good).

Seorang pemimpin mencapai greatness melalui quality of work (karya-karya yang berkualitas) yang original (belum pernah dilakukan orang lain) sehingga bagi banyak orang, hal ini berarti sebuah tindakan revolusioner (revolutionalizing).

Tentu saja ada banyak sebab mengapa kebanyakan pemimpin pada suatu organisasi terperangkap pada level satu. Sekolah yang terlalu mengandalkan prestasi akademis (bukan kepemimpinan), kecenderungan formalitas, serta atasan-atasan yang rata-rata juga pemimpin level satu, punya kecenderungan memilih orang yang sama seperti mereka. Pepatah Amerika mengatakan, bird of a feather flock together (burung-burung yang bulunya sama, membentuk kelompok yang sama). Orang-orang bermental manajer bahkan punya kecenderungan “takut” dengan mereka yang punya kecenderungan menjadi pemimpin.

Mereka akan mengontrol orang-orang yang bebas-merdeka, kreatif dan berani, agar tetap berada di bawah kendalinya. Manajer tidak menghasilkan atau menciptakan pemimpin, melainkan hanya menciptakan bawahan atau pengikut.

Dalam perawatan, hal itupun rata-rata terjadi di banyak institusi. Seorang manajer keperawatan lebih berorientasi sebagai kepanjangan tangan atasannya. Tidak berani berargumen, tidak berani menyampaikan pendapat, takut dianggap gagal, lebih suka mengorbankan anak buah bahkan sampai pada tingkat ABS (Asal Bos Senang).

Kondisi-kondisi seperti inilah yang kemudian memunculkan ketidakberdayaan profesi perawat di banyak institusi untuk menentukan nasibnya sendiri. Menerima kondisi apa adanya, tidak berdaya, takut mengambil sikap, hanya bicara di belakang, ngedumel dll adalah fenomena yang banyak ditemukan di lapangan.

Walaupun teori-teori kepemimpinan banyak didapatkan baik melalui pendidikan formal perawat maupun melalui pelatihan-pelatihan, tapi memang kebanyakan seorang pemimpin sudah dibentuk dari sononya untuk menjadi seorang pemimpin. Maka bila itu tidak ada, seorang manajer perawatan mestinya harus belajar keras tentang teori-teori kepemimpinan praktis kemudian dipraktekan melalui interaksi yang intens dengan anak buah, menghilangkan hambatan komunikasi, membangun kebersamaan, membangun mimpi untuk diraih bersama, membangun motivasi, menjadi contoh pembaharu, membangun team, menjadi leader dan sebagainya.

Dari itu, kita semua saat ini membutuhkan pemimpin, bukan sekedar manajer. Manajer bisa diperoleh dari sekolah-sekolah, sedangkan pemimpin diuji dalam “pasar”. Ia diuji oleh masyarakat, komunitas, klien, perusahaan dan sebagainya. Ia diterima oleh “pasar” karena nilai-nilai (value) yang dimiliki dan manfaat (benefit) yang mereka berikan.

(disarikan dari buka Re-Code karya Renald Kasali, PhD)

Tidak ada komentar: